Senin, 20 Juni 2011

Perkembangan Manusia



MAKALAH AGAMA
Perkembangan Manusia

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama yang Dibina oleh
Bpk : Mukhsin Gazali














Disusun Oleh : I B

Aisyatul Muawiyah   (10051)











AKADEMI KEPERAWATAN (AKPER)
PAMEKASAN
2010 – 2011

BAB I
PENDAHULUAN

Diantara sekian banyak penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian canggih, masih ada satu permasalahan yang hingga kini belum mampu dijawab dan dijabarkan oleh manusia secara eksak dan ilmiah. Masalah itu ialah masalah tentang asal usul kejadian manusia. Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah berupa fosil seperti jenis Pitheccanthropus dan Meghanthropus.
Di lain pihak banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Yang menjadi pertanyaan adalah termasuk dalam golongan manakah Adam ?
Terkait dengan isi pendahuluan diatas maka kami merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
a.       Bagaimanakah proses kejadian manusia menurut agama?























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Proses Penciptaan Manusia Menurut Pandangan Islam
Penjelasan tentang proses penciptaan manusia menurut pandangan islam telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an seperti dalam surat Al-Mu’min, 40 : 67 bahwa Manusia adalah keturunan Nabi Adam As, jasmaninya berproses dari saripati tanah. Tumbuh-tumbuhan menghisap saripati tanah itu dan hewan memakan sebagian tumbuh-tumbuhan. Manusia memakan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ini berarti ke dalam tubuh manusia telah masuk unsur saripati tanah.
Sebagian saripati makanan (saripati tanah), berproses manjadi nuthfah (air yang berisi spermatozoa, disebut sperma) yang terdapat pada laki-laki (suami). Melalui proses senggama, nuthfah masuk ke dalam qarar (rahim atau kandungan ibu). Di dalam rahim, nuthfah (sperma) bertemu dengan sel telur atau ovum, sehingga terjadi pembuahan.

B.     Proses Penciptaan Manusia Pada Masa Kehamilan
Proses Kejadian manusia menrurut QS. Al Mukminun : 12-14 ketika masih berada dalam kandungan adalah sebagai berikut :
Allah SWT menjadikan saripati tanah yang terdapat dalam tubuh manusia sebagai nuthfah (air yang berisi spermatozoa, disebut sperma), yang kemudian ditumpahkan ke dalam qarar (rahim atau kandungan)
Allah menjadikan nuthfah sebagai alaqah yaitu gumpalan darah yang berbentuk menyerupai buah lecis atau lintah Dari alaqah Allah SWT menjadikan sebagai mudghah, yaitu segumpal daging menyerupai daging hancur yang sudah dikunyah, Dari mudghah Allah SWT menjadikan sebagai i’izaam, yaitu tulang atau rangka, Kemudian tulang atau rangka itu dibalut oleh daging, Setelah itu Allah SWT menjadikan sebagai makhluk dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk manusia yang telah berkepala, berbadan, bertangan dan berkaki
Proses Kejadian manusia pada masa kehamilan menrurut hadits Rasulullah SAW ketika masih berada dalam kandungan adalah sebagai berikut :
  1. Berdasarkan Hadits ditakhrij oleh Bukhari
Artinya :
Dari Abdullah bin Mas’ud ra.,ia berkata : Rasululla saw bercerita kepada kami, beliaulah yang benar dan dibenarkan : “Sesungguhnva penciptaan perseoranganmu terkumpul dalam perut ibunva empat puluh hari dan empat puluh malam atau empat puluh malam, kemudian menjadi segumpal darah, semisal itu (40 hari = pen) kemudian menjadi segumpal daging, semisal itu (40 hari = pen), kemudian Allah mengutus Malaikat, kemudian dipermaklumkan dengan empat kata, kemudian malaikat mencari rizkinya, ajalnya (batas hidupnya), amalnya serta celaka dan bahagianya kemudian Malaikat meniupkan ruh padanya. Sesungguhnya salah seorang di antaramu niscaya beramal dengan amal ahli (penghuni) sorga, sehingga jarak antara sorga dengan dia hanya satu hasta, namun catatan mendahuluinya, maka ia beramal dengan penghuni neraka, maka ia masuk neraka. Dan sesungguhnya salah seorang diantaramu, beramal dengan amal ahli neraka, sehingga jarak antara neraka dengan dia hanya satu hasta, namun catatan mendahuinya, maka ia beramal dengan amal penghuni sorga, maka ia masuk sorga. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
  1. Berdasarkan Hadts yang diriwatkan Imam Muslim
Artinya :
“Sesungguhnya seseorang dari kamu berproses kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari sebagai air mani, dan selama 40 hari sebagai ‘alaqah, kemudian selama 40 hari lagi sebagai mudghah, sesudah itu Allah mengirim seorang malaikat, lalu ia tiupkan roh ke dalamnya. Dan malaikat diperintah mencatat 4 kalimat, yaitu mengenai rizki orang itu, ajalnya, amal perbuatanyya dan celaka atau bahagianya”. (HR. Muslim).

C.    Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Anak-anak
a.      Fase kanak- kanak
Masa anak-anak tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.
Perkembangan sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
a)      Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b)      Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c)      Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d)     Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
e)      Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f)       Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting,

D.    Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja dan Pubertas
Dalam peta psikologi remaja terdapat tiga bagian:
  1. Fase Pueral
Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak- anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.
  1. Fase Negative
Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu- ragu, murung, suka melamun dan sebagainya.
  1. Fase Pubertas
Masa ini yang dinamakan dengan Masa Adolesen
Dalam pembahasan ini , Luella Cole sebagaimana disitir kembali oleh Hanna Jumhanna Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian:
Ø  Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki)
Ø  Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki)
Ø  Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki)
Ø  Late Adolescence : 18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki).
v  Sikap Remaja Dalam Beragama
Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:
1.      Percaya ikut- ikutan
Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
2.      Percaya dengan kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah- masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagaio suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:
a.       Dalam bentuk positif
semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
b.      Dalam bentuk negatif
Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.
3.      Percaya, tetapi agak ragu- ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a.       Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
b.      Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
4.      Tidak percaya atau cenderung ateis
Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.



E.     Karakteristik Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki cirri sebagai berikut:
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.      Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.      Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
v  Kriteria Orang yang Matang dalam Beragama
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama. Jadi, kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

F.     Karakteristik Sikap Keberagamaan Pada Masa Tua
Masa tua merupakan masa penentu kebahagiaan seseorang. Jika dia dalam masa tuanya sudah tidak lagi memikul berbagai beban dan problematika hidup, maka sungguh itu merupakan masa tua yang membahagiakan. Karena masa tua merupakan masa di mana seseorang sudah mulai mengurangi berbagai aktivitas hidup disebabkan menurunnya produktivitas dan kemampuan. Masa tua merupakan masa bagi seseorang menuai hasil kerja payahnya di masa muda.  Jika seseorang sudah renta namun masih harus menanggung berbagai persoalan hidup, maka sungguh itu merupakan masa tua yang tidak membahagiakan. Di dalam kondisi yang sudah tidak mampu banyak berbuat lagi, dia justru masih dituntut harus banyak berbuat. Dalam kondisi produktivitas menurun ia justru dituntut untuk berproduksi tinggi.
Adakah orang yang menginginkan masa tuanya sengsara? Adakah seseorang yang saat dia muda, punya banyak perusahaan dan kekayaan, lalu menginginkan agar nanti tatkala tua seluruh perusahaannya hancur tanpa dapat menikmatinya? Dan saat dia tidak mampu lagi untuk membangun perusahaannya itu? Pada saat bersamaan keturunannya belum bisa mandiri dan masih bergantung kepadanya? Lalu apakah yang dapat dia perbuat dengan tubuhnya yang sudah renta dan pikun itu, dengan kemampuannya yang sudah mulai sirna itu? Sebuah gambaran yang seorang paling bodoh sekali pun tidak menginginkannya!
Itulah gambaran akhirat! Akhirat adalah puncak segala-galanya, penentu kebahagiaan dan kesengasaraan seseorang. Ibarat masa tua, akhirat adalah masa menuai, sedangkan kehidupan dunia adalah ibarat masa muda, masa bagi seseorang yang masih mempunyai banyak kesempatan untuk berbuat. Justru di akhirat itulah manusia sangat membutuhkan terhadap hasil jerih payahnya tatkala di dunia, bukan di dunia sebagai hasil akhirnya. Maka merupakan kewajiban setiap muslim untuk senantiasa berorientasi terhadap kehidupan akhirat, sebagaimana manusia pada umumnya sangat berorientasi terhadap masa tuanya. Berbagai persiapan mereka lakukan, mengalokasikan dana pensiun masa tua, menginvestasikan harta untuk ini dan itu, membangun perusahaan dan bisnis, membeli lahan yang luas, dan masih banyak lagi yang mereka lakukan agar bisa hidup tenang di masa tua kelak.
Jika demikian khawatirnya manusia terhadap bayangan kebangkrutan masa tua di dunia, maka selayakanya mereka lebih khawatir lagi dengan “masa tua akhirat”. Dan itulah yang terjadi pada kaum salaf, para shahabat, tabi’in, para imam dan orang-orang shalih yang menempuh jalan mereka. Jika mereka ditaqdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala dengan rizki yang lapang (kaya), maka mereka sangat khawatir jika harta itu kelak akan mengurangi “jatah” mereka di akhirat. Sehingga mereka buru-buru menginfaqkan harta tersebut untuk sabilillah dan jalan-jalan kebaikan. Kesadaran mereka terhadap kebutuhan di akhirat sudah sedemikian besar, sehingga seluruh kemampuan mereka di dunia mereka gunakan untuk berbekal menyongsong kehidupan akhirat. Mereka telah menjual diri dan harta dunia mereka kepada Allah subhanahu wata’ala demi “masa tua” di akhirat, masa ketika mereka sudah tidak mampu lagi untuk beramal dan berbuat, masa ketika mereka menikmati usaha dan jerih payah di dunia. Mereka sangat khawatir jika di masa-masa ini, justru terjerumus dalam kebangkrutan dan kerugian yang besar.
Alangkah indahnya perumpamaan di dalam al-Qur’an tentang hal ini, sebagaimana firman-Nya, artinya, “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; Dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (QS. al-Baqarah:266)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Telah berkata Umar bin al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Aku membaca sebuah ayat di suatu malam yang membuatku terus begadang, yaitu (artinya), “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur…dst” (QS.al-Baqrah:266). Apakah yang dimaksud oleh ayat itu?
Maka sebagian orang yang hadir berkata, “Allahu a’lam (Allah subhanahu wata’ala yang lebih Tahu).” Maka Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sungguh aku tahu bahwa Allah itu Maha Tahu, namun aku bertanya jika salah seorang dari kalian mempunyai pengetahuan atau pernah mendengar tentang penjelasan ayat ini hendaknya memberitahukan apa yang telah dia dengar.” Maka orang-orang diam membisu, lalu dia melihatku sedang berbisik lirih. Kemudian berkata, “Katakan wahai anak saudaraku, janganlah engkau rendah diri (minder)”. Maka aku berkata, “Yang dimaksudkan ayat itu adalah amal.” Dia menghadap kami dan menjelaskan ayat itu dengan mengatakan, ” Engkau benar wahai putra saudaraku, maksud ayat itu adalah amal. Bahwa manusia paling butuh terhadap perkebunannya adalah ketika dia sudah lanjut usia dan banyak anak cucunya, dan keadaan manusia yang paling butuh terhadap amalnya adalah ketika di hari Kiamat. Engkau benar wahai putra saudaraku.” (Dikeluarkan oleh ‘Abd bin Humaid, Ibnul Mundzir, Ibnul Mubarak, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, al-Hakim dengan meringkas, dan dia menshahihkannya, dan kisah ini dikuatkan dengan riwayat imam al-Bukhari).
Ayat ini menerangkan, bahwa akhirat bagi seorang mukmin adalah segala-galanya. Sebagaimana dalam kehidupan dunia, masa tua adalah masa penentu kebahagiaan seseorang.
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa menurut Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ayat ini menjelaskan tentang perumpamaan seseorang yang tadinya kaya dan banyak melakukan amal kebaikan, lalu Allah subhanahu wata’ala mengujinya dengan melalui godaan syetan sehingga ia berbalik melakukan kemaksiatan, dan akhirnya amal-amal kebaikan tersebut lenyap tenggelam.
Jadi jelasnya ayat ini merupakan permisalan tentang amal seseorang yang tadinya dia senantiasa melakukan kebaikan-kebaikan, lalu di tengah perjalaan hidupnya dia berubah haluan menjadi melakukan keburukan-keburukan. Kita berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari hal itu. Akhirnya amalnya yang terkahir mengalahkan amalnya yang terdahulu yang baik. Kemudian ketika ia sangat butuh terhadap amalnya yang pertama, tatkala dalam kondisi sulit dan sempit (di akhirat) ternyata dia tidak memperoleh pahala amal itu sedikit pun karena telah sirna.
Oleh karena itu dikatakan, “Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Yakni membakar buahnya dan menghanguskan pohon-pohonnya, dapat kita bayangkan bagaimana keadaannya!







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kejadian manusia adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini disamping dapat ditinjau menurut Al Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau secara medis.
Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis dejelaskan secara terperinci melalui firman-Nya :
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al Mu’minuun (23) : 12-14).
Dari uraian diatas jelas tampak bahwa ayat tersebut diatas benar adanya dalam hal ini dapat dibuktikan secara ilmiah terutama dalam kaitannya dengan asal-usul kejadian manusia.























DAFTAR PUSTAKA

Solihin, Mukhlis DKK. Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta : Sunan Kalijaga Press, 2009.

Sururin. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar