Senin, 20 Juni 2011

Makalah Menejement Pendidikan



MAKALAH
Manajement Pendidikan








OLEH : IB
1.   Aisyatul Muawiyah                   (10.051)



AKADEMI KEPERAWATAN PAMEKASAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN PAMEKASAN
MARET 2011




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat allah swt.karena atas limpahan rahmat dan hidayahnyalah makalah ini diselesaikan sebagaimana mestinya
Makalah ini berisi tentang
Menejement Ketenagaan, Suatu System Pendidikan Berbasis Sekolah.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen pendidikan. Dalam penulisan makalah ini mungkin masih terdapat kesalahan yang luput dari pengamatan kami,baik dari segi penulisan, maupun dari segi isi makalah. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari para pembaca.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.










Pamekasan, 10 Desember 2010










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Abstraksi 
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan satu bentuk agenda reformasi pendidikan di Indonesia yang menjadi sebuah kebutuhan untuk memberdayakan peranan sekolah dan masyarakat dalam mendukung pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Secara esensial Manajemen Berbasis Sekolah menawarkan diskursus ketika sekolah tampil secara relatif otonom, dengan tidak mereduksi peran pemerintah, terutama dalam bidang pendanaan.
Hal tersebut tentunya akan berakibat pada mutu pendidikan. Apabila mutu pendidikan hendak diperbaiki, maka perlu ada pimpinan dari para profesional pendidikan. Manajemen mutu merupakan sarana yang memungkinkan para profesional pendidikan dapat beradaptasi dengan kekuatan perubahan yang akan bermuara pada sistem pendidikan bangsa kita.

B.     Latar Belakang
Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi pengelolaan pendidikan dengan diberikannya wewenang kepada sekolah untuk menyusun kurikulumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional dan pasal 35 tentang standar nasional pendidikan. Juga adanya tuntutan globalisasi dalam bidang pendidikan yang memacu agar hasil pendidikan nasional dapat bersaiang dengan hasil pendidikan negara-negara maju.
Desentralisasi pengelolaan pendidikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kondisi daerah perlu segera dilaksanakan. Bentuk nyata dari desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, seperti dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunannya maupun pelaksanaannya di sekolah. 
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian  dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

C.    Tujuan
Pembuatan makalah yang dilakukan mahasiswa dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan. Kegiatan ini berguna bagi mahasiswa untuk menambah pemahaman tentang Manajemen Berbasis Sekolah dalam dunia pendidikan, dengan tujuan sebagai berikut:
  1. Mengetahui berbagai kegiatan MBS di Negara-negara maju dan berkembang,  apakah sudah benar-benar dilaksanakan dengan baik.
  2. Mengetahui pihak siapa saja yang terkait dalam MBS.
  3. Mengetahui tahap-tahap pelaksanaan MBS.





















BAB II
PEMBAHASAN
MENEJEMENT KETENAGAAN, SUATU SYSTEM PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH

A.    Rasional
Globalisasi terjadi antara lain disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi yang semakin hari semakin pesat perkembangannya, sehingga menuntut perubahan mendasar dalam berbagai bidang kehidupan, ekonomi, politik, sosial dan budaya, termasuk pendidikan.
Bangsa Indonesia harus menghadapi revolusi industri dan revolusi informasi secara bersamaan, berarti harus mampu menyelesaikan krisis yang sedang dihadapi serta ketinggalan di bidang ilmu dan teknologi yang merupakan tumpuan teknologi.
Dengan kata lain kita tidak bisa mewujudkan cita-cita reformasi, serta bertahan sebagai bangsa yang berdaulat dan menentukan masa depan sendiri, apabila tidak mampu menangani dan ikut menciptakan informasi yang bersifat strategis seperti kekayaan alam dan pengembangan cara kerja dibidang produksi, serta menguasai sistem pengkomunikasiannya tepat waktu dan tepat sasaran.
Rendahnya kualitas SDM merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.
Jika Bangsa Indonesia ingin berkiprah dalam percaturan global,maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menata SDM, baik dari segi intelektual, emosional, spiritual, kreatifitas, moral maupun tanggung jawabnya yang perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas.
Indikator-indikator yang menunjukkanbahwa pendidikan belummapu menghasilkan SDM berkualitas dapat diidentifikasi sebagai berikut :
  • Masalah tenaga kerja yang sering terkatung-katung, tanpa pemecahan yang jelas, sehingga SDM Indonesia dipandang rendah oleh negara lain.
  • Banyaknya isu teroris, bahkan Indonesia telah dituduh sebagai sarangnya teroris, setelah peristiwa bom Bali yang diikuti serangkaian peristiwa pemboman lainnya.
  • Bangsa Indonesia merupakan bangsa koruptor terdepan didunia, karena korupsi, kolusi dan nepotisme semakin marak dimana-mana.
  • Banyaknya generasi muda, pelajar dan mahasiswa terlibat dengan narkoba, VCD Porno dan perjudian.
  • Sebagai akumulasi dari keempat indikator diatas, ternyata kehidupan berbangsa dan bernegara belum tumbuh budaya mutu, budaya malu dan budaya kerja, baik dikalangan para pemimpin maupun masyarakat pada umumnya.
Kegagalan antara lain disebabkan oleh masalah manajemen yang kurang tepat, sehingga tujuan Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan.

B.     Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses kegiatan pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), penggerakan (actuating) dan pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk menjadikan visi menjadi aksi.
Manajemen pendidikan yang merupakan sekumpulan fungsi untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan pendidikan, melakukan perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan koordinasi personil, penciptaan iklim organisasi yang kondusif, serta penentuan pengembangan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik  dan masyarakat dimasa depan.
Manajemen pendidikan pada hakekatnya menyangkut tujuan pendidikan, manusia yang melakukan kerja sama serta sumber-sumber yang didayagunakan. Manajemen Pendidikan merupakan suatu cabang Ilmu manajemen yang mempelajari penataan sumber daya manusia, kurikulum, fasilitas, sumber belajar dan dana serta upaya pencapaian tujuan lembaga secara dinamis.
v  Proses Manajemen Pendidikan
Pengertian manejemen pendidikan yang telah dipaparkan diatas memberikan berbagai implikasi terhadap aspek-aspek yang terkait dengan lingkungan pendidikan, baik secara makro maupun mikro untuk mencapai tujuan.
v  Bidang Garapan Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem pengelolaan dan penataan sumber daya pendidikan seperti tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, kurikulum, dan (keuangan) sarana dan prasara pendidikan, tata laksana dan lingkungan pendidikan.
Fungsi utama manajemen pendidikan adalah perencanaan pelaksanaan dan pengawasan. Efektifitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi yaitu mampu menampung masukan yang banyak dan menghasilkan tamatan yang banyak, bermutu dalam arti mampu bersaing didalam adanya keterkaitan dan kesepadanan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun.
Dalam organisasi pendidikan yang produktif, seluruh keputusan dan tindakan harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan yang berlandaskan pada pengetahuan dan keahlian bukan oleh kekuasaan. Pada dasarnya pendidikan memiliki tujuan yang akan dicapai dan untuk merealisasikannya perlu didukung oleh kurikulum yang jelas, pembelajaran, ketenangan (SDM) sarana, dana, informasi dan lingkungan kondusif, yang dikelola melalui suatu proses sistematik dan sistematis.

C.    Paradigma Baru Manajemen Pendidikan
Paradigma baru manajemen pendidikan harus sejalan dengan semangat Undang-Undang Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas), Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbanagn Keuangan Antara Pusat dan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah dan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi.
Nurhadi (1999) mengungkapkan sedikitnya terdapat tiga dasar pemikiran yang melandasi UU Nomor 22 sebagai berikut :
·         Dalam rangka memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
  • Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan dengan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta kemandirian, menjaga keserasian hubungan pusat dan daerah serta meningkatkan peran dan fungsi legislatif.
  • Semua itu dimaksudkan guna menghadapi tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggung jawab secara profesional.
Undang-Undang Pemerintah Daerah 1999 mengemukakan tiga struktur pemerintah daerah yaitu :
  • Pemerintah pusat atau pemerintah.
  • Daerah otonomi yang terdiri dari daerah propinsi sebagai daerah otonomi dan wilayah administrasi dan.
  • Daerah kabupaten/ kota yang masing-masing berdiri sendiri.
Dalam pelaksanaannya baik dari segi kewenangan maupun sumber dana pendidikan, pemerintah daerah kabupaten dan kota akan memegang layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, lebih cepat, lebih efisien dan efektif serta dapat menegakkan aparat yang bersih dan berwibawa.
Terdaapat enam permasalahn yang harus diantisipasi pada paradigma baru manajemen pendidikan dalam konteks otonomi daerah, yakni kepentingan nasional, mutu pendidikan efisiensi pengelolaan, perluasan dan pemerataan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas.
Dalam paradigma baru manajemen pendidikan, melukiskan fungsi-fungsi pendidikan yang didesentralisasikan ke sekolah sebagai berikut :
  • Perencanaan dan Evaluasi. Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya misalnya untuk meningkatkan mutu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan.Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri yang harus dilakukan secara jujur, adil dan transparan.
  • Kurikulum.          Daerah dan sekolah juga diberikan kebebasan untuk mengembangkan silabus mata pelajaran ketrampilan pilihan, yang merupakan unggulan daerah muatan lokal.
  • Pembelajaran. Pembelajaran utama sekolah pelaksanaannya memilih strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, guru serta kondisi nyata.
  • Ketenagaan. Pengelolaan ketenagaann mulai dari analisis  kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi, hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kependidikan.
  • Fasilitas. Pengelolaan fasilitas yang mencakup pengelolaan, pemeliharaan, perbaikan dan pengembangan merupakan kewenangan sekolah.
  • Keuangan. Pengelolan keuangan terutama pengalokasian dan penggunaan uang dilakukan oleh sekolah dibawah pimpinan dan koordinasi kepala sekolah.
  • Kepesertadidikan (Peserta Didik).  Pengelolaan kepesertadidikan, mulai dari penerimaan pengembangan, pembinaan, pembimbing, penempatan untuk melanjutkan sekolah.
  • Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat. Dalam alam demokratis masyarakat merupakan patner sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran.
  • Iklim Sekolah. Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun nonfisik merupakan landasan bagi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan produktif.

D.    Profesionalsme Kepemimpinan Kepala Sekolah
Pengembanangan sumber daya manusia termasuk didalamnya adalah peningkatan partisipasi manusia melaui perluasan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan peluang kerja dan berusaha. Kepala Sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan pendidikan. Kepala sekolah harus mempunyai visi dan misi serta strategis.
Pengembangan profesionalisme kepala sekolah merupakan tugas dan wewenang para pengawas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan Nasional.
Tanggung jawab pengawas sekolah adalah :
  • Melaksanakan pengawasa penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya.
  • Meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar.
  • Sedangkan wewenang pengawas sekolah adalah :
  • Memilih dan menentukan metode kerja untukmencapai hasil yang optimal sesuai dengan kode etik profesi.
  • Menentukan dan mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.


IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
A.    Perlunya Manjemen Berbasis Sekolah
Upaya meningkatkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, tangguh, kreatif, mandiri, demokratis dan profesional pada bidangnya masing-masing.
Dalam kaitan ini visi, misi dan strategi Dinas Pendidikan Nasional pada tingkat kabupaten dan kota harus dapat mempertimbangkan dengan bijaksana kondisi nyata sekolah dan masyarakat. Untuk kepentingan tersebut diperlukan paradiguna baru manajemen pendidikan.

B.     Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
MBS adalah suatu ide tentang pengambilan keputusan yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah. MBS merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhannya.
Dalam sistem MBS semua kebijakan dan program sekolah ditetapkan oleh komite sekolah dan dewan pendidik.

C.    Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengajaran sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan. MBS adalah pemberian otonomi yang luas keapada sekolah partisipasi masyarakat dan orangtua.
  • Pemberian otonomi luas kepada sekolah. MBS memberi otonomi luas kepada sekolah sebagai lembaga pendidikan dan lebih memberdayakan tenaga kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar.
  • Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua. Program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orangtua peserta didik yang tinggi melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidik.
  • Kepemimpinan Yang Demokratis dan Profesional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang direkrut oleh komite sekolah untuk mengelolah segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
  • Team Work Yang Kompak dan Transparan. Dalam MBS keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan sekolah. Empat faktor penting yang perlu diperhatikan dalam implementasi MBS, yakni kekuasaan, pengetahuan dan ketrampilan, sistem informasi serta penghargaan yaitu sebagai berikut :
Ø  Kekuasaan Yang Dimiliki Sekolah. Besarnya kekuasaan sekolah tergantung bagaimana MPS dapat diimplementasikan pemberian kekuasaan secara utuh sepeti dituntut MBS tidak mungkin dilaksanakan sekaligus, tetapi memerlukan proses transisi dari manajemen terpusat.
Ø  Pengetahuan dan Ketrampilan. Sekolah warga sekolah perlu memiliki pengetahuan untuk meningkatkan prestasi, memahami dan melaksanakan berbagai teknik, untuk itu sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia.
Ø  Sistem Informasi Yang Jelas. Informasi yang jelas untuk monitoring, evaluasi dan akuntabilitas sekolah, informasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain berkaitan dengan kemampuan guru, peserta didik serta visi dan misi sekolah.
Ø  Sistem Penghargaan. Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan bagi warganya yang berprestasi, untuk mendorong karirnya. Oleh karena itu sistem penghargaan yang dikembangkan harus bersifat proporsional, adil dan transparan.

D.    Implementasi MBS di Indonesia
Untuk mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara efektif dan efisien, kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan.
Dengan memperhatikan iklim sekolah yang kondusif, otonomi sekolah, kewajiban sekolah, kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan profesional, serta partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik dalam dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengawasan pendidikan disekolah.
  • Pelaksanaan MBS perlu didukung oleh iklim yang kondusif bagi terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib. Sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan.
  • Otonomi Sekolah. Dalam MBS kebijakan pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta sistem evaluasinya harus didesentralisasikan ke sekolah agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara lebih fleksibel.
  • Kewajiban Sekolah. Manajemen berbasis sekolah menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola sistem pendidikan profesioal. Dengan demikian sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya secara transparan, demokratis tanpa memonopoli dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah.
  • Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Demokratis Dan Profesional. Pelaksanaan MBS menuntut kepemimpinan kepala sekolah profesional yang memiliki kemampuan manajerial dan integritas pribadi untuk mewujudkan visi menjadi aksi serta demokratis dan transparan dalam berbagai pengambilan keputusan. Dalam implementasi MBS kepala sekolah harus mampu sebagai indikator, manajer, administratior, supervisor, inovator dan motivator pendidikan (Emaslim).
  • Partisipasi Aktif Masyarakat dan Orang Tua. MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat serta mengefisienkan sistem dan mengendurkan birokrasi yang tumpang tindih.
Pada kenyataan sekolah dewasa ini partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah masih relatif rendah.
Demikian halnya partisipasi orang tua peserta didik masih terbatas pada pemberian bantuan finansial untuk mendukung kegiatan-kegiatan operasional sekolah.
Dalam implementasi MBS keterlibatan aktif berbagai kelompok masyarakat dan pihak orang tua dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program-program pendidikan di sekolah merupakan sesuatu yang sangat diperlukan.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian  dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
























 
DAFTAR PUSTAKA
 

Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 – 2004 Pembangunan Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Indonesia

Tilaar (2003), Manajemen  Pendidikan Nasional, Remadja Rosdakarya, Bandung.

Umaedi, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah  Sebuah  pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah  untuk peningkatan mutu, Debdiknas.

http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_Tertulis/08_2001/manajemen_pendidikan_masa_depan.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar